Secara garis besar ada tiga polarisasi Umat islam dalam menyikapai budaya global dan modernisasi sekarang ini:
1. Menentang dan Apatis
Termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang merasa apatis, pesimis dan tidak percaya dengan modernisasi dan globalisasi. Reaksi ektrimnya dalah menentang segala sesuatu yang berbau modern dan global, termasuk reluctant terhadap kemajuan Iptek.
2. Kebablasan
Yaitu golongan masyarakat yang Utopistik. Sangat memuja modernisasi, memiliki optimisme yang berlebihan terhadap Iptek sehingga bersikap cendrung sekuler dan menjaga jarak terhadap islam itu sendiri.
3. Moderat
Yaitu masyarakat yang mampu melihat persoalan “global” secara utuh dan komprehensif. Sangat terbuka dengan kemajuan Iptek, tetapi tetap berpegang teguh terhadap nilai-nilai islam.
Sikap ketiga merupakan sikap yang paling dianjurkan dalam islam, karena setiap pribadi telah di noibatkan Allah menjadi Pengatur (Khalifah) minimal bagi dirinya sendiri, untuk kemashlahatan dunia sebagaimana tertulis didalam Al-qur’an surat Shaad ayat 26:
“…Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan..”
Sebagai decision maker (pengatur), kita dilarang untuk mengikuti hawa nafsu semata, tapi juga jangan terlalu apatis.
“..Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian..” (Al Furqaan ayat 67).
1. Peran dan Posisi Umat Islam dalam Budaya Global yang Positif
a. Dalam bidang teknologi
Teknologi Sebagai Media Dakwah Masa Kini
Sekarang ini kita sudah memasuki abad ke-21, di mana globalisasi akan mencapai puncaknya pada saat ini, dan menuntut kita agar meningkatkan sumber daya manusia dalam semua aspeknya, maka secara detail umat Islam tidak boleh ketinggalan dengan perkembangan yang terjadi di masa modern ini. Kita menyadari bahwa abad sekarang adalah abad teknologi dan informasi, Al-Qur’an dan sunnah mengajarkan kepada setiap muslim untuk menguasai ilmu termasuk dalam mempelajari teknologi agar kaum mereka mampu berdiri di depan dalam perlombaan ilmu teknologi. Misalnya televisi merupakan media informasi sekaligus media hiburan yang dapat kita jumpai di mana-mana sehingga dakwah multimedia merupakan terobosan baru untuk dapat melakukan aktivitas dakwah. Televisi merupakan media audiovisual yang juga sering disebut media pandang dengar. Ustad Arifin Ilham merupakan salah satu dari sekian banyak muballigh yang mampu menerobos dunia perfilman dalam menyampaikan misi dakwahnya. Alangkah indahnya jika setiap film-film yang ditayangkan itu membawa nilai dakwah. Begitu juga membuka acara dialog interaktif agama Islam di media elektronik merupakan bentuk dakwah yang cukup memiliki nilai keterbukaaan, sebagaimana setiap acara yang dilakukan oleh para muballigh kita di setiap acara buka puasa atau acara santap sahur pada setiap bulan Ramadhan.
Proses dakwah di media celluler juga merupakan media informasi yang cukup canggih dan trend di zaman sekarang. Hal ini dapat dilihat dari begitu banyaknya pemakaian celluler, mulai dari pengusaha sampai yang bukan pengusaha, bahkan seperti yang kita ketahui para pekerja yang dilihat kekurangan dalam taraf hidupnya, pelajar yang belum memiliki penghasilan dan pengangguran pun telah dapat menggunakan celluler, bahkan rata-rata telah memilikinya. Maka alangkah baik celluler dimanfaatkan sebagai media dakwah, yaitu dengan cara memanfaatkan fasilitas Multimmedia Messaging Service (MMS) sebagai media untuk mengirim pesan-pesan normatif.
Dengan ber-SMS kita dapat berdakwah dengan biaya yang murah. Begitu juga dengan pelatihan Leadership Training mulai menggunakan LCD, OHP, dan beberapa alat canggih lainnya, dan itu sangat besar manfaatnya dalam kehidupan kita. Namun, kesemuanya itu akan terjadi jika umat Islam beriman dan bertaqwa dengan cara menegakan hukum-hukum Allah. Sebaliknya, keterpurukan dan penderitaan akan muncul jika kita mempertuhankan benda-benda tersebut.
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, dalam hal ini tidak pernah mencela dan menghambat umatnya untuk mempertinggi budaya dan kemampuan mereka. Hanya saja dalam mengejar kebahagiaan dunia jangan sampai melalaikan kehidupan akhirat dan mengingatkan kita agar tidak menjadi hamba materi sehingga mengakibatkan umat Islam terperosok terbawa dengan segala tipu daya barat yang mencengangkan. Kita telah mengetahui perkembangan teknologi dari negara barat dan itu merupakan peluang yang tidak dapat kita manfatkan untuk menyiarkan Islam secara modern atau memanfaatkan informasi teknologi yang berkembang pesat saat ini adalah hal yang wajar-wajar saja.
Abdus Salam, seorang fisikawan muslim yang meraih hadiah nobel pada tahun 1979 mengemukakan tafakur al bereflaksi, berpikir tentang menemukan hukum-hukum alam (sains); taskhir adalah memeperoleh penguasaan atas alam (teknologi), jelaslah bahwa al-Qur’an dengan penatah yang berulang kali, mengandung sunah untuk bertafakur dan bertaskhir atau (mengejar sains dan teknologi). Inilah yang menjadi peluang terbesar umat Islam, dengan berkembang pesatnya teknologi masa kini maka akan semakin besar pula peluang dakwah kita untuk umat. Mengapa? Karena, dengan begitu akan terlihat keagungan Allah yang Maha Dashyat dan semakin tinggi pula tingkat keimanan kita di sisi-Nya. Bagaimana kita bisa membangun peradaban Islam pada masa kini, apabila kelengahan dan kemalasan masih menyelimuti kaum muslimin, begitu banyak contoh teladan yang ada dalam diri Rasulullah, tak heran ketika itu pernah dikatakan Aisyah ra. bahwa Rasulullah adalah al-Qur’an yang berjalan karena setiap gerak gerik beliau mencerminkan al-Qur’an, sehingga pada masa itu beliau berhasil membangun peradaban jahiliyah menjadi peradaban Islam yang luas.
Jadi dapat disimpulkan dengan berkembangnya teknologi yang merupakan salah satu dari budaya global yang positif, penyebaran agama islam menjadi lebih mudah. Peran dan posisi kita sebagai umat islam adalah sebagai pengguna teknologi dengan tujuan untuk kepentingan agama .
b. Dalam bidang ilmu pengetahuan
Islam sangat menekankan pentingnya ilmu pendidikan bahkan wahyu yang pertama kali diturunkan langsung memerintahkan umat Islam untuk Iqra (membaca). Hanya dengan cara itu manusia secara bertahap akan menjadi masyarakat yang beradab dan berbudaya.
Pada masa ini diletakkan dasar-dasar berbagai cabang ilmu pengetahuan, dari logika sampai gramatika, dari astronomi sampai fisika. Umat muslimin melanjutkan tradisi ilmiah peradaban Helenisme, dengan perkembangan-perkembangan yang spektakuler menurut kekuatan zamannya. Sebagai contoh, tokoh ilmuan muslim terkemuka, Harun Yahya telah menulis buku - buku ilmu pengetahuan yang dikaitkan dengan al-Quran dan hadis. Hasil karyanya tersebut telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia. Ini merupakan salah satu bukti bahwa umat islam juga memberikan peranan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Peran dan posisi umat islam dalam ilmu pengetahuan ini adalah sebagai seorang muslim yang selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.
c. Dalam bidang ekonomi
Dalam budaya global ini dalam bidang ekonomi ditandai dengan perdagangan menuju terbentuknya pasar bebas, baik dalam kawasan ASEAN, Asia Pasifik bahkan akan meliputi seluruh dunia. Terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
Peran dan posisi umat islam dalam budaya global ini adalah sebagai seorang warga negara yang ikut juga mengamalkan pasaran dan perdagangan bebas tetapi amalan itu berdasarkan nilai-nilai kerohanian dan moral seperti keadilan dan kemakmuran bersama.
d. Dalam bidang bahasa
Representasi budaya global dunia dewasa ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara peran bahasa-bahasa dunia dengan proses munculnya suatu budaya menjadi budaya global. Uraian-uraian yang disampaikan oleh Alaistar Pennycook dalam bukunya “The Cultural Politics of English as an International Language” mengindikasikan bahwa bahasa, dalam hal ini Bahasa Inggris, telah menjadi alat yang sangat ampuh untuk menyebarkan budaya penutur bahasa tersebut ke seluruh dunia. Itulah sebabnya ketika kita telusuri ke belakang kita akan menemukan bahwa hampir seluruh budaya populer yang sifatnya mendunia pada hari ini berasal dari negara-negara yang penduduknya berbahasa Inggris, terutama Amerika Serikat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peran bahasa Inggris sebagai bahasa internasional telah tak tersaingi oleh bahasa-bahasa dunia lainnya dalam rentang waktu yang cukup lama. Fenomena seperti ini bahkan tetap berlangsung ketika dunia berada dalam perang dingin, dimana sebagian negara di dunia terpolarisasi dalam blok barat yang dimotori oleh Amerika Serikat dan blok timur yang dimotori oleh Uni Soviet. Kenyataan bahwa pada waktu itu Uni Soviet merupakan salah satu negara super power dunia ternyata tidak mampu menempatkan peran bahasa Rusia sejajar dengan bahasa Inggris dalam percaturan dunia internasional. Sejak zaman Presiden AS John F. Kennedy sampai Ronald Reagen yang mengakhiri perang dingin bersama Michael Gorbachev dunia lebih terekspos dengan budaya populer asal Amerika daripada budaya populer asal Uni Soviet yang hampir sama sekali tak terdengar gaungnya pada waktu itu. Dengan demikian kita dapat berargumentasi bahwa status sebuah negara sebagai negara super power dunia plus kemapanan tekhnologi atau media jurnalistik/komunikasinya tanpa keunggulan dominasi bahasa tidaklah mencukupi untuk mengantarkan budaya ataupun gaya hidup yang dimiliki negara tersebut menjadi budaya atau gaya hidup global.
Fakta bahwa Amerika adalah sebuah negara super power disertai dengan keberhasilannya mengelola sumber daya yang dimilkinya secara relatif efektif menjadi daya tarik yang kuat bagi banyak orang, utamanya kaum muda, di berbagai negara di dunia untuk mengidentifikasikan dirinya baik secara linguistik dan budaya atau sekedar budaya saja dengan Amerika.
Proses pengidentifikasian diri ini pada umumnya cenderung berlangsung secara tidak sadar dimana tindakan pengidentifikasian diri tersebut diambil lebih karena tekanan lingkungan yang secara terus menerus mengekspos orang dengan budaya hidup yang identik dengan Amerika. Teman sekolah/kuliah, rekan sekantor, tetangga, tokoh, artis, dan terlebih lagi media elektronik semuanya memberikan tekanan psikologis yang kuat untuk mengikuti budaya hidup global ini. Walaupun sebagian besar dari orang yang mengadopsi budaya hidup global ini sangat mungkin tidak memahami Bahasa Inggris, lapisan pertama dari orang-orang ini, terutama dari kalangan media massa dan bisnis lokal (di luar Amerika), adalah orang-orang yang secara linguisitik dan budaya memahami dengan baik fenomena budaya hidup global ini.
Disinilah kita melihat peran Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional menjadi elemen penting yang memperkokoh keberadaan Amerika sebagai sumber rujukan budaya global dunia.
Peran dan posisi umat islam adalah sebagai pengguna bahasa inggris tersebut dan memanfaatkannya untuk mengikuti berbagai perkembangan IPTEK ataupun aspek –aspek lainnya. Umat islam dapat berkomunikasi dengan sesama muslim di negara lain dengan memanfaatkan bahasa inggris ini. Oleh karena itu, sebagai umat islam harus mempelajari bahasa inggris, karena bahasa Inggris merupakan bahasa global, yang digunakan di berbagai Negara. Sehingga penyebaran Islam ke Negara-negara lain melalui dakwah dapat dilakukan.
e. Dalam bidang politik
Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Pengutamaan nilai-nilai rasionalitas, kebebasan, humanisme universal, kolaborasi yang dibawa globalisasi, tak dapat dihindari, dan menyebabkan semakin kuatnya filosofi globalisme. Sebuah pandangan hidup yang mengajarkan prinsip-prinsip kesamaan, kebersamaan, dan kebebasan sebagai warga kampung sejagat.
Kesadaran kebersamaan global yang terjadi di seluruh penjuru dunia ini, secara politis, pada gilirannya juga mengakibatkan munculnya gagasan-gagasan transnasional yang justru melemahkan posisi dan peranan suatu negara bangsa. Masyarakat dunia de facto mulai mempertanyakan "Sejauhmana kontribusi peran negara bangsa bagi warganya?", "Sejauhmana relevansi nasionalisme (rasa kebangsaan) bagi sebuah negara?". Dan, ternyata, masyarakat sebaliknya cenderung tunduk pada otoritas pasar global yang tak kenal batas negara dan otonomi lokal. Perkembangan kesadaran politik global seperti ini, sudah barang tentu, di satu sisi memiliki nilai positif karena memungkinkan persoalan yang dihadapi sebuah negara dipecahkan bersama secara lintas bangsa. Namun di pihak lain, kondisi politis seperti ini dapat merupakan ancaman bagi lunturnya rasa kebangsaan (nasionalisme) warga negaranya.
Peran dan posisi umat islam dalam hal ini adalah sebagai warga Negara yang tetap memiliki rasa nasionalisme yang tinggi, walaupun berada pada kondisi politik global yang tak kenal batas Negara seperti sekarang ini.
f. Gaya Hidup Mandiri
Kemandirian berarti kita mampu hidup tanpa bergantung mutlak kepada sesuatu yang lain. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk mengenali kelebihan dan kekurangan diri sendiri, serta berstrategi dengan kelebihan dan kekurangan tersebut untuk mencapai tujuan. Dengan gaya hidup mandiri, budaya konsumerisme tidak lagi memenjarakan manusia. Manusia akan bebas dan merdeka untuk menentukan pilihannya secara bertanggungjawab, serta menimbulkan inovasi-inovasi yang kreatif untuk menunjang kemandirian tersebut.
Peran dan posisi umat islam adalah sebagai manusia yang menganut gaya hidup mandiri, karena dengan kemandirian tersebut kita mampu hidup tanpa bergantung mutlak pada seuatu yang lain, kecuali Allah.
source :Makalah SPAI Kel 8 "Peran dan Posisi Umat Islam dalam Budaya Global"
Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu
BalasHapus